SALAH satu atau dua keprihatinan besar yang terjadi di Keuskupan Agats di Papua yang jauh terbelakang dan tertinggal ini adalah tingginya angka kematian bayi dan ibu post partum (usai melahirkan). Lainnnya adalah rendahnya tingkat pendidikan anak-anak sekolah, karena terbatasnya dana dan kendala geografis yang tidak mudah.
KBKK dengan dua mitra kerjanya yakni Keuskupan Agats dan Konggregasi Suster-suster Fransiskanes Sambas (KFS) akhirnya sepakat mulai 15 Desember 2013 akan membuka pelayanan sosial berupa pendidikan berasrama dan layanan kesehatan –sebuah balai pengobatan—di Paroki Santo Paulus Atsj, Keuskupan Agats.
Suster Sylvia KFS –Pemimpin Konggregasi Suster-suster Fransiskanes Sambas—menyambut gembira projek kemanusiaan ini. “Pada tahap awal, kami baru akan mengirim dua suster kami untuk kebutuhan karya baru itu,” tutur Sr. Sylvia KFS yang ikut berkunjung ke Paroki Atsj di Keuskupan Agats, Mei 2013 lalu.
Misa di Sagare Agats bersama Bapak Uskup Mgr. Aloysius Murwito OFM email
Rapat penatua Paroki Atsj
Menurut Ketua KBKK dr. Irene Setiadi, membuka pelayanan pendidikan anak-anak berasrama adalah sebuah urgensi yang tidak bisa ditunggu-tunggu lagi. Menurut pengamatan KBKK usai bertatapmuka dengan para penatua Gereja Katolik Paroki Atsj di salah satu ruangan Pastoran Atsj Mei 2013 lalu, salah satu kendala praktik pendidikan anak-anak di Atsj ini adalah ketidakteraturan anak bersekolah.
“Tingkat absensi anak-anak sangat tinggi. Hari ini sekolah, hari besok belum tentu bisa (datang) ke sekolah, karena harus membantu orangtua mencari kayu bakar atau makanan di pedalaman hutan. Juga jarak tempuh dari rumah di pedalaman ke sekolah sangat jauh, harus mendayung dengan tenaga manusia ke pusat kota di Atsj dan itu bisa mencapai waktu 30-60 menit sekali jalan,” tutur salah satu penatua Gereja Katolik Atsj.
Siang hari, anak-anak itu harus pulang dijemput dengan perahu dayung lagi. “Jadi, sekolahnya bisa putus-putus tergantung juga kondisi arus aliran sungai: kadang pasang, kadang juga bisa surut,” sambung penatua lainnya.Rapat Penatua Paroki Atsj Agats Papua
Akhirnya, sarasehan KBKK bersama Suster Sylvia KFS, Uskup Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM bersama para penatua Gereja Katolik Paroki Atsj memutuskan: pendidikan anak-anak berasrama merupakan piliihan terbaik untuk menjawab kebutuhan riil yang ada di sana. “Selain tentu saja membuka balai pengobatan,” tutur dr. Irene Setiadi ketika itu.
“Dengan membuka pendidikan berasrama, rutinitas sekolah anak-anak menjadi lebih tertib dan teratur. Jangan sampai absensi mereka bolong-bolong setiap bulannya,” tuturnya di lain kesempatan.
_MG_3042 bina iman anak di Sagare
“Balai pengobatan akan kita buka dan dilayani suster KFS dengan kualifikasi perawat/bidan untuk bisa menekan angka kematian bayi yang begitu tinggi di Agats,” sambungnya lagi.
Kebutuhan akan perlengkapan
Untuk merealisasikan misi pastoral membuka pelayanan pastoral pendidikan berasrama dan layanan kesehatan di Paroki Santo Paulus Atsj di pedalaman Keuskupan Agats ini, KBKK akan mengadakan perjalanan bakti kasih ketiga kalinya ke Keuskupan Agats di Papua pada tanggal 5 Desember 2013 ini.
Mewakili KBKK adalah dr. Irene Setiadi, Ketua KBKK sekaligus penggerak utama gerakan berbagi kasih KBKK untuk Keuskupan Agats.Sr. Sylvia KFS bersama seorang suster senior dari Konggregasi Suster-suster Fransiskanes dari Sambas di Kalimantan Barat juga ikut dalam rombongan ini mewakili Konggregasi KFS dalam menjalin kerjasama dan nota perjanjian dengan pihak Keuskupan Agats. Sejumlah donatur dan aktivis KBKK lainnya juga ikut dalam rombongan ini.
Menurut catatan Sesawi.Net, kedua kegiatan pastoral bidang kesehatan dan pendidikan berasrama itu akan dilakukan tak jauh dari Gereja Paroki Atsj, Keuskupan Agats.
Pihak Keuskupan Agats –melalui Pastur A. Suntoyo OSC selaku Prokurator Diosis Agats—menyatakan bagunan asrama untuk bisa menampung 40 anak-anak (putra dan putri di ruangan bangunan terpisah), bangunan semacam balai kesehatan dan rumah residensi suster sudah tersedia di Atsj.
Gereja Paroki Santo Paulus Atsj di Keuskupan Agats Papua okBerikut ini rekapitulasi kebutuhan akan perlengkapan untuk keperluan misi pendidikan asrama dan layanan kesehatan di Paroki Atsj.
1. Kebutuhan sekolah, hidup, makan-minum di asrama adalah Rp 400.000,00 per anak per bulan;
2. Kebutuhan operasional pengelolaan asrama dan balai kesehatan –termasuk menghidupi dua suster biarawati KFS—adalah Rp 10.000.000,00 per bulan;
3. Perlu diadakan persediaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan primer sebesar kurang lebih Rp 50.000.000,00;
4. Biaya perjalanan dari Sambas di Kalimantan Barat menuju Jakarta-Timika-Ewer-Agats utuk 4 orang suster biarawati KFS adalah Rp 25.000.000,00. Dua suster KFS akan tetap tinggal di Atsj memulai karya baru, dua suster KFS sebagai peninjau dan pimpinan Provinsi KFS Indonesia akan pulang ke Jakarta dan kemudian ke Sambas. Sekarang ini sudah tersedia dana sebesar Rp 13.000.000,00 dari donatur sesuai kondisi laporan keuangan per tanggal 25 November 2013.
5. Kebutuhan asrama seperti matras, sprei, sarung bantal, alat-alat dapur, lampu emergency sudah dipenuhi oleh donatur.
6. Pengadaan air bersih untuk kebutuhan asrama dan balai kesehatan sudah terpenuhi dan dikerjakan oleh beberapa pihak alumni ITB.
Lily dan bina iman anak di Sagare Keuskupan Agats emailSiapa mau berbagi kasih?
Dua kebutuhan penting yakni ketersediaan air bersih dan perlengkapan asrama sudah dipenuhi oleh beberapa donator. Meski demikian, KBKK bersama Keuskupan Agats dan Provinsi KFS Indonesia masih membuka ruang bagi para donator lainnya untuk berbagi kasih mendukung projek kemanusiaan untuk Keuskupan Agats ini.
Bantuan donasi masih tetap bisa disalurkan ke:
· Rekening Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK) di BCA Norek BCA 065.6040.747 a/n Darmin Mbula Vincensius
· Tulis berita pada subject: Agats Asmat Papua
· Informasi lebih lanjut bisa menghubungi dr. Irene Setiadi di Klinik Karmelita, Kelapa Gading nomor telepon 021-4515601
Semoga Tuhan memberkati semua niat baik para pembaca Sesawi.Net dan umat Katolik Indonesia yang ingin peduli dengan Keuskupan Agats yang ‘tertinggal dan miskin’ ini. (Selesai)
Photo credit:
Hanya dengan sebuah kantong sederhana di ujung batas bambu, kegiatan kolekte dilakukan di Stasi Sagare, Paroki Santo Paulus Atsj, Keuskupan Agats di Papua (Mathias Hariyadi)
KBKK bersama Bapak Uskup Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM dan Sr. Sylvia KFS menggelar rapat informal bersama para penatua Gereja Paroki Santo Paulus Atsj, Keuskupan Agats.
Setelah tiga bulan tidak ada ekaristis usai Paskahan, pada bulan Mei 2013 Bapak Uskup Diosis Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM berkenan memimpin misa bersama umat Stasi Sagare yang termasuk dalam wilayah administratif Gereja Paroki Santo Paulus Atsj. Sagare merupakan wilayah terjauh masuk di pedalaman hutan Agats, sekitar 6 jam perjalanan naik speedboat dari Ibukota Agats (Mathias Hariyadi)
Wajah pelataran depan Gereja Katolik Santo Paulus Atsj di Keuskupan Agats, Papua. Plang lama masih mengacu pada Keuskupan Merauke (Mathias Hariyadi)
Kegiatan bina iman anak KBKK bersama anak-anak di pedalaman Sagare. Tampak Sr. Korina Ngoi OSU (waktu itu Direktur Yayasan Pendidikan Katolik Yan Smit Keuskupan Agats, sekarang tugas belajar di LPPM Menteng, Jakarta), dr. Irene Setiadi, Sr. Sylvia KFS dari Sambas di Kalimantan Barat (Mathias Hariyadi)
Lily dari KBKK Jakarta terlihat gembira melakukan kegiatan bina iman anak, meski capai fisik namun terhibur merasakan keramahan umat katolik Stasi Sagare di pelosok pedalaman hutan di Agats (Mathias Hariyadi)